Tentang gemerlap cahaya yang berbinar, awalnya redup-redup memang tapi lamat laun kian terang. Ini kita, teracak kemudian bertemu dalam satu ruangan yang cukup pelik, namun terasa begitu berlik. Pertemuan kita yang awalnya samar-samar kini menjadi sebuah renjana. Berkumpulnya empat puluh pasang jemala yang berbeda, beda isi, beda akal, beda pula sudut pandang. Tercipta segala suka dan duka yang meruah. Lara pun selalu saja berulah, tapi kita tak segan untuk selalu mencari celah. Lantas, laungnya begini, detik demi detik merapal temaram.

Begitulah perjalanan waktu yang kita lalui. Kisah ini tak terlepas dari aku, kamu, dan kita yang menjadi pemeran. Kita memang tak selalu sependapat, tak pernah satu iradat, tetapi kita tetap satu kodrat. Pintu yang terus kita ketuk hingga dilema birai kita, biru sayup kita, sayu mata kita, tuk terus merapalkannya. Kita memancarkan spektrum warna yang berbeda, tak pula sama. Tukas jiwa kita selalu saja satu irama. Dalam ruangan berbalut cat tembok cream yang terus kita coret. Disana, meruah. Tumpah. Ramai. Rinai. Kancap. Penuh harap. Tetap satu. Dan, selalu satu.

Ini kita ELCIQIIU, tak pernah lupa meloka pada Yang Esa. Berharap cita-cita semu kita akan terkabul. Disini kita bernaim, di tempat ini kita menjadi karib tak pernah saling jaim. Apabila suatu masa ada rasa yang tersisa, marilah kita bernostalgia. Mengingat guyonan kita yang sering membuat tertawa. Mengenang masa yang selalu menganggap kelas kita paling amerta. Kelas yang para guru selalu damba, alias tak terduga bengisnya. Bagai suargaloka para dewa, begitu khayalnya. Kita jadikan ruangan sempit itu tempat tuk lahirkan senyum dan tawa. Walau tak membendung duka untuk menyapa. Manakala keping-keping dari kita hanya akan meninggalkan memorabilia semata. Berharap kala terminasinya kita semua akan temukan bahagia. ELCIQIIU, nama yang takkan pernah kita lupa. Bahwa kita semua pernah berada di dalam naungannya.